Kamis, 30 April 2015
RAJA DISURUH CIUM PANTAT AYAM
Pada suatu hari Raja Harun Ar-Rasyid sedang galau dengan sikap Abu Nawas. Beberapa kali Abu Nawas telah membuatnya malu di depan para pejabat kerajaan. Berlatar belakang dendam inilah akhirnya Raja hendak membuat jebakan terhadap Abu Nawas. Jika Abu Nawas gagal menghadapi jebakan tersebut, maka hukuman akan diberikan kepadanya.
Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid. Setelah melewati beberapa prosedur, sampai juga Abu Nawas di istana kerajaan. Sang raja lalu memulai pertanyaannya,
"Wahai Abu Nawas, di depan mejaku itu ada sepanggang daging ayam yang lezat dan enak dilahap, tolong segera ambilkan."
Abu Nawas tampak bingung dengan perintah tersebut, karena tak biasanya dia disuruh mengambilkan makanan raja.
"Mungkin raja ingin menjebakku, aku harus waspada," kata Abu Nawas dalam hati.
Mendapat Petunjuk yang Aneh Abu Nawas pun akhirnya menuruti perintah itu. Setelah mengambil ayam panggang sang raja, Abu Nawas kemudian memberikannya kepada raja. Namun, sang raja belum langsung menerimanya, ia bertanya lagi,
"Abu Nawas, di tangan kamu ada sepotongn ayam panggang lezat, silahkan dinikmati."
Begitu Abu Nawas hendak menyantap ayam panggang tersebut, tiba-tiba raja berkata lagi,
"Tapi ingat Abu Nawas, dengarkan dulu petunjuknya. Jika kamu memotong paha ayam itu, maka aku akan memotong pahamu dan jika kamu memotong dada ayam itu, maka aku akan memotong dadamu. Tidak hanya itu saja, jika kamu memotong dan memakan kepala ayam itu,maka aku akan memotong kepalamu. Akantetapi kalau kamu hanya mendiamkan saja ayam panggang itu, akibatnya kamu akan aku gantung."
Abu Nawas merasa bingung dengan petunjuk yang dititahkan rajanya itu. Dalam kebingungannya, ia semakin yakin jika hal itu hanya akal-akalan Raja Harun saja demi untuk menghukumnya. Tidak hanya Abu Nawas saja yang tegang, tapi juga semua pejabat kerajaan yang hadir diistana tampak tegang pula. Mereka hanya bisa menebak dalam hati tentang maksud dari perintah rajanya itu.
Hampir sepuluh menit lamanya Abu Nawas hanya membolak-balikkan ayam panggang itu. Sejenak suasana menjadi hening. Kemudian Abu Nawas mulai mendekatkan ayam panggang itu tepat di indera penciumannya.
Para hadirin yang datang atas undangan raja mulai bingung dan tidak mengerti apa yang dilakukan Abu Nawas. Kemudian terlihat Abu Nawas mendekatkan indera penciumannya tepat di bagian pantat daging ayam bakar yang kelihatan sangat lezat itu. Beberapa menit kemudian ia mencium bagian pantat ayam bakar itu.
Raja Merasa Malu Setelah selesai mencium pantat ayam bakar itu, kemudian Abu Nawas berkata,
"Jika saya harus memotong paha ayam ini, maka Baginda akan memotong pahaku,jika saya harus memotong dada ayam ini, maka Baginda akan memotong dadaku, jika saya harus memakan dan memotong kepala ayam ini, Baginda akan memotong kepalaku, tetapi coba lihat, yang saya lakukan adalah mencium pantat ayam ini,"kata Abu Nawas.
"Apa maksudmu, wahai Abu Nawas," tanya Baginda.
"Maksud saya adalah kalau saya melakukan demikian maka Baginda juga akan membalasnya demikian, layaknya ayam ini. Nah, saya hanya mencium pantat ayam panggang ini saja, maka Baginda juga harus mencium pantat ayam panggang ini pula," jelas Abu Nawas.
Sontak saja penjelasan Abu Nawas itu membuat suasana yang tegang menjadi tampak tak menentu. Para pejabat yang hadir menahan tawa, tetapi ragu-ragu karena takut dihukum raja. Sementara itu, raja yang mendengar ucapan Abu Nawas mulai memerah mukanya. Raja tampak malu untuk kesekian kalinya. Untuk menutupi rasa malunya itu, beliau memerintahkan Abu Nawas untuk pulang dan membawa pergi ayam panggang yang lezat itu.
"Wahai Abu Nawas, cepat pulanglah, jangan sampai aku berubah pikiran," kata raja.
Setibanya di rumah, ia mengundang beberapa tetangganya untuk berpesta ayam panggang. Untuk kesekian kalinya Abu Nawas sukses mempermalukan Raja Harun Ar-Rasyid di depan para pejabat kerajaan.
Senin, 27 April 2015
Membalas Tipuan Raja
Pada kisah abu nawas kali ini, Abu Nawas melakukan protes karena hadiah yang
akan dijanjikan oleh rajanya tidak kunjung diberikan. Akhirnya Abu Nawas
membuat siasat agar dia diberi hadiah sebagaimana mestinya.
Berikut kisahnya.
Pada suatu malam yang sangat dingin, Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk menemaninya mengobrol. Nah pada saat obrolan mereka tentang rasa dingin, tiba-tiba sang raja bertanya kepada Abu Nawas,
“Wahai Abu Nawas, maukah engkau telanjang bulat di atas atap malam ini?”
“Tergantung imbalannya saja, Paduka,” jawab Abu Nawas.
“Baiklah, engkau akan aku beri 500 dirham bila mau melaksanakannya,” jelas raja.
Pada suatu malam yang sangat dingin, Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk menemaninya mengobrol. Nah pada saat obrolan mereka tentang rasa dingin, tiba-tiba sang raja bertanya kepada Abu Nawas,
“Wahai Abu Nawas, maukah engkau telanjang bulat di atas atap malam ini?”
“Tergantung imbalannya saja, Paduka,” jawab Abu Nawas.
“Baiklah, engkau akan aku beri 500 dirham bila mau melaksanakannya,” jelas raja.
Dengan
imbalan sebesar itu, Abu Nawas segera saja mencopoti bajunya satu persatu mulai
dari pakaian atas hingga pakaian bawah. Setelah seluruh bagian bajunya dilepas,
selanjutnya Abu Nawas naik menuju atas atap dan duduk-duduk di sana.
Rasa dingin sangat menusuk kulit Abu Nawas semalaman, dan baru menjelang subuh Abu Nawas turun ke bawah.
Rasa dingin sangat menusuk kulit Abu Nawas semalaman, dan baru menjelang subuh Abu Nawas turun ke bawah.
“Wahai
Paduka, mana uang yang Paduka janjikan kepadaku?” tanya Abu Nawas.
“Sabar dulu wahai Abu Nawas. Begini ya semalaman apa yang telah engkau lihat?” tanya raja.
“Hamba tidak melihat apa-apa Tuanku. Hanya seberkas cahaya yang nampak dari kejauhan saja,” jawab Abu Nawas.
“Kalau begitu, engkau tidak berhak mendapatkan imbalan karena engkau telah dihangati oleh cahaya itu,” ujar raja.
“bagaimana bisa begitu Paduka, hamba semalam hampir mati kedinginan ,” protes Abu Nawas.
“Sabar dulu wahai Abu Nawas. Begini ya semalaman apa yang telah engkau lihat?” tanya raja.
“Hamba tidak melihat apa-apa Tuanku. Hanya seberkas cahaya yang nampak dari kejauhan saja,” jawab Abu Nawas.
“Kalau begitu, engkau tidak berhak mendapatkan imbalan karena engkau telah dihangati oleh cahaya itu,” ujar raja.
“bagaimana bisa begitu Paduka, hamba semalam hampir mati kedinginan ,” protes Abu Nawas.
Akan tetapi sang raja tidak mau mendengar protes dari Abu Nawas, bahkan sang raja menyuruh Abu Nawas untuk segera pulang ke rumahnya. Dengan perasaan yang masih kedinginan disertai rasa sedih, akhirnya Abu Nawas meninggalkan istana menuju rumahnya.
Dalam
perjalanan, Abu Nawas berkata dalam hati,
“Bagaimana mungkin Baginda ini ingkar janji. Baiklah, aku harus mendapatkan hakku yang tadi.”
“Bagaimana mungkin Baginda ini ingkar janji. Baiklah, aku harus mendapatkan hakku yang tadi.”
Setelah
selang beberapa hari, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas mengundang rajanya untuk jamuan makan-makan di rumahnya. Raja Harun pun menerima undangan tersebut.
Pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana dengan tujuan menjemput rajanya bersama dengan rombongan kerajaan.
Abu Nawas mengundang rajanya untuk jamuan makan-makan di rumahnya. Raja Harun pun menerima undangan tersebut.
Pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana dengan tujuan menjemput rajanya bersama dengan rombongan kerajaan.
Di tengah
perjalanan, Abu Nawas minta izin kepada rajanya untuk mendahului mereka dengan
alasan ada hal yang harus dikerjakan, terutama meyiapkan hal penyambutan meriah
kepada rajanya,
Tidak
beberapa lama kemudian, Abu Nawas sudah berada di tempat pesta.
“Ayo, cepatlah dirikan tenda,” teriak Abu Nawas kepada murid-muridnya.
Abu Nawas rupanya menyuruh murid-muridnya agar keadaan menjadi siap dalam penyambutan nanti. Ada pula yang menyalakan api di bawah pohon besar. Kemudian ada periuk-periuk yang telah diisi dengan daging dan digantungkan di dahan-dahan pohon itu.
“Ayo, cepatlah dirikan tenda,” teriak Abu Nawas kepada murid-muridnya.
Abu Nawas rupanya menyuruh murid-muridnya agar keadaan menjadi siap dalam penyambutan nanti. Ada pula yang menyalakan api di bawah pohon besar. Kemudian ada periuk-periuk yang telah diisi dengan daging dan digantungkan di dahan-dahan pohon itu.
Raja Harun
Ar-Rasyid dan rombongan datang.
Setelah sejenak mengobrol, Abu Nawas mulai bercerita macam-macam agar rajanya menjadi senang. Karena keasyikan mengobrol itu, Raja Harun terlihat memegangi perut pertanda rasa lapar sudah menjalar di tubuhnya.
Setelah sejenak mengobrol, Abu Nawas mulai bercerita macam-macam agar rajanya menjadi senang. Karena keasyikan mengobrol itu, Raja Harun terlihat memegangi perut pertanda rasa lapar sudah menjalar di tubuhnya.
“Wahai Abu
Nawas, mana makanannya?” tanya Raja.
“Sabar Baginda, apinya lamban sekali panasnya, padahal sejak dari tadi pagi dinyalakan,” jawab Abu Nawas.
“Api jenis apa itu kok lamban sekali panasnya. Coba antar aku ke dapur,” ujar Raja.
“Sabar Baginda, apinya lamban sekali panasnya, padahal sejak dari tadi pagi dinyalakan,” jawab Abu Nawas.
“Api jenis apa itu kok lamban sekali panasnya. Coba antar aku ke dapur,” ujar Raja.
Setelah tiba
di dapur, sang Raja merasa sangat heran karena ada api namun tidak ada makanan
yang sedang di masak.
“mana makanannya?” tanya Raja.
“Itu baginda, ada di atas dahan pohon,” jawab Abu Nawas sambil menunjuk pohon.
“Pantas saja, bagaimana mungkin bisa matang kalau yang dimasak di atas sana sedangkan apinya ada dibawah, terlalu jauh jaraknya,” ujar Raja keheranan.
“Sama saja Baginda dengan kasusku beberapa hari yang lalu, bagaimana tubuhku ini dihangatkan oleh cahaya yang berada di kejauhan,” Ucap Abu nawas menjelaskan.
“mana makanannya?” tanya Raja.
“Itu baginda, ada di atas dahan pohon,” jawab Abu Nawas sambil menunjuk pohon.
“Pantas saja, bagaimana mungkin bisa matang kalau yang dimasak di atas sana sedangkan apinya ada dibawah, terlalu jauh jaraknya,” ujar Raja keheranan.
“Sama saja Baginda dengan kasusku beberapa hari yang lalu, bagaimana tubuhku ini dihangatkan oleh cahaya yang berada di kejauhan,” Ucap Abu nawas menjelaskan.
Sang Raja
Harun Ar-Rasyid langsung saja tertawa mendengar perkataan Abu Nawas tersebut.
Ia kemudian memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk memberikan hadiah
berlipat 2 kali dari yang pernah ia janjikan kepada Abu Nawas.
Kamis, 23 April 2015
Memindahkan Istana Ke Gunung
Raja harun al rasyid baru saja membaca kisah tentang
kehebatan Nabi Sulaiman yang mampu memindahkan kerajaan Ratu Bilqis di
istananya. Setelah membaca kisah itu, raja memiliki iden untuk memindahkan
istananya ke gunung. Diapun teringat Abu Nawas untuk mewujudkan keinginannya
itu. Sekalian untuk menguji kamampuan penasehatnya itu. Kali ini sang raja
yakin Abu Nawas gagal mengemban tugas yang diberikannya.
Tanpa membuang waktu, Abu Nawas segera dipanggil. Setelah
abu nawas datang, rajapun segera memberikan perintah “ Abu Nawas, engkau harus
memindahkan istanaku keatas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku.”
Perintah sang Raja sambil melirik reaksi Abu Nawas.
Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak
hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah baginda kecuali kalau
memang ingin dihukum. Akhirnya, Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa
itu. Ada satu lagi permintaan baginda, pekerjaan itu harus selesai dalam waktu
sebulan. Abu nawas pun pulang dengan hati masgul.
Setelah pertemuanya dengan raja waktu itu, setiap malam abu
nawas hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewatinya
dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas selain
hari-hari ini. tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.
Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. Ia menghadap raja untuk membahas
pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan apa yang
diinginkan Abu Nawas. “Tuanku, hamba datang kesini hanya untuk mengajukan usul
untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti.” Kata Abu Nawas. Abu Nawas meminta
prosesi pemindahan istana dilakukan pada saat hari raya Idul Qurban. Diapun
meminta agar sang raja menyiapkan sepuluyh sapi gemuk untuk disembelih dan
dagingnya dibagikan ke seluruh rakyat. Permintaan itupun dikabulkan sang raja.
Abu Nawas pulang dengan perasaan riang. Kini tidak ada lagi
yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya tiba, dia pasti akan dengan
mudah memindahkan istana baginda raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak
gunung, kedasar samudrapun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke pelosok negeri. Hampir semua
orang harap-harap cemas. Tapi sebagian besar rakyat merasa yakin akan kemampuan
abu nawas. Karena abu nawas belum prenah gagal melaksanakan tugas aneh yang
dibebankan dipundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan
Abu Nawas. Saat-saat yang dinantikan itu tiba. Rakya berdondong-bondong menuju
lapangan untuk melakukan solat.
Seusai salat, sepuluh sapi sumbangan raja disembelih, lalu
dimasak dan segera dibagikan kepada fakir miskin. Saatnya Abu Nawas
melaksanakan tugas itu. Abu nawas berjaklan menuju istana diikuti oleh rakyat.
Sesampai didepan istana, abu nawas bertanya kepada bahinda. “Ampun Tuanku yang
mulia. Apakah istana sudah tidak ada
orangnya lagi?”
“Tidak ada.” Jawab Baginda raja singkat.
Kemudian Abu nawas berjalan beberapa langkah mendekati
istana. Ia berdiri sambil memandangi istana. Abu nawas berdiri mematung
seolah-olah ada yang ditunggu. Baginda raja akhirnya tidak sabar. “ Abu Nawas,
menghapa engkau belum juga mengangkat istanaku?”. Tanya baginda Raja.
“Hamba sudah siap sejak tadi baginda.”Kata Abu nawas. “ Apa
maksudmu Engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap, lalu apa yang
engkau tunggu?” tanya baginda masih diliputi rasa heran. “Hamba menunggu istana
paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan
diatas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka
yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah paduka.” Baginda raja harun al
rasyid hanya bisa terpana. Beliau tidak menyangka jika Abu Nawas masih bisa
keluar dari lubang jarum,.
Sabtu, 18 April 2015
Halimah Sa’diyah - Pengasuh Dan Ibu Susuan Nabi Muhammad SAW
Inilah kisah tentang ketulusan. Halimah as-Sa’diyah,
seorang wanita desa bersahaja, pergi ke Mekah, bersama suami dan bayinya yang
masih mungil. Mereka turut dalam kafilah Bani Sa’ad. Ketika itu musim kemarau.
Terik siang begitu menyengat. Perjalanan terasa sangat menyiksa. Halimah
bercerita, “Semalaman aku dan suamiku tak bisa tidur. Si kecil terus menangis.
Ia haus dan lapar. Tapi kami sudah tak punya apa-apa. Unta yang kami bawa sudah
tidak mengeluarkan air susu.”
Dengan tertatih, tibalah mereka ke Mekah. Wanita-wanita bersegera mencari anak susuan. Tak ketinggalan pula Halimah. Akan tetapi, ia sedikit tidak beruntung. Lewat dua hari ia belum juga mendapatkan bayi untuk ia susui. Hingga akhirnya teringat seorang bayi yatim dari wanita tak berpunya. Namanya Muhammad bin Abdullah.
Sebelum itu, ihwal bocah itu sebetulnya sudah didengar, tepatnya tatkala rombongan baru memasuki kota. “Aku tahu bahwa setiap orang dari kami telah ditawari bocah itu,” aku Halimah. “namun, ketika tahu bahwa ia sudah tak punya bapak, mereka enggan. Mereka beranggapan, bayi yatim kurang memberikan keuntungan. Ibunya yang janda takkan mampu memberi imbalan. Sedang kami mencari anak susuan adalah demi bayaran.”
Dalam kebimbangan, Halimah mengadu kepada suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza, “Abang, aku tak hendak pulang tanpa membawa anak susuan. Bagaimana bila kubawa anak yatim itu saja.” “Ambillah ia,” jawab sang suami.”Barangkali Tuhan memendam kebaikan dalam diri bayi itu.” Halimah pun mantap memungut si bocah dari ibunya. Ketika membuka kain yang membungkus bayi, ia sontak merasa takjub, “Demi Allah, tak pernah kulihat bayi seindah ini. Lihat, wajahnya penuh cahaya.”
Dibawalah bayi itu oleh mereka berdua dengan rasa suka cita. Halimah langsung menyusuinya. Airpun susunya mengalir lancar seketika. Bayi itu, juga putra Halimah, menjadi kekenyangan dibuatnya. Tak hanya itu. Unta tua yang mereka bawa juga mengeluarkan air susu dengan derasnya begitu suami Halimah memerahnya. Semenjak itu, keluarga kecil Halimah diguyur anugerah.
Sudah merupakan kebiasaan ibu-ibu Arab masa itu menitipkan bayi mereka supaya diasuh dan disusui wanita pedesaan. Upaya ini bertujuan agar si bayi bisa tumbuh dalam lingkungan yang lebih asri dan mempelajari bahasa Arab yang baku. Desa Halimah terletak di kawasan pegunungan dekat Thaif, 60 kilometer dari kota Mekah. Udaranya bersih dan segar.
Rasulullah tumbuh dan berkembang dengan keistimewaan-keistimewaan. Usia lima bulan sudah pandai berjalan. Menginjak sembilan bulan, kemampuan verbalnya (bicara) sudah lancar. Dan ketika sudah berumur dua tahun, balita itu sudah dilepas bersama putra-putra Halimah yang lain untuk menggembala kambing.
Halimah memberikan pendidikan yang baik kepada Al-Amin kecil. Ia sangat mencintainya. Dan tatkala masa penyusuan—yakni dua tahun—telah lewat, saatnya Halimah menyerahkan anak itu kepada ibundanya, Aminah. Namun Ia merasa berat hati. Ia masih ingin menuai berkah darinya. “Aku mengharapkan Anda masih bersedia menitipkan anak ini kepada kami. Biarlah ia bersama kami sampai lebih besar dan kuat. Aku khawatir ia jadi sakit-sakitan bila tinggal di Mekah.” Begitulah Halimah memohon kepada bunda Aminah. Ia terus meminta hingga akhirnya ibu rasul itu luluh hati. Kembalilah Halimah ke kampung halamannya dengan hati berbunga-bunga lantaran “bocah pilihan” itu masih bersamanya.
Halimah memang bergelimang berkah kala itu. Setiap malam rumahnya terang benderang oleh pancaran wajah Nabi. Rejekinya kian melimpah ruah. Kambing-kambingnya beranak pinak dengan pesat serta memberikan susu yang melimpah. Padahal daerah bani Sa’ad kering kerontang dan tak menyediakan sabana yang cukup untuk gembala. Perlu dicatat, sebelum mengasuh Rasul, Halimah sekeluarga hidup dalam keserbaterbatasan.
Suatu waktu, Rasulullah SAW bermain-main dengan saudara angkatnya, Damrah. Tiba-tiba beliau terlentang seperti pingsan. Damrah memanggil ibunya, “Ibu lihatlah adik, adik ini kenapa?” Halimah bergegas datang. Sampai kepada Rasulullah SAW dia langsung memeluk. Seusai puas memeluk, dia tanya, “Mengapa nak, Engkau sakit?” Rasulullah SAW berkata, “Tadi ada tiga orang menangkap aku. Dibelah dadaku tapi tak sakit, dibasuh-basuh kemudian dijahit oleh mereka, juga tak terasa apa-apa, itu saja”. ketiga orang yang dimaksud adalah malaikat yang datang menghampirinya dengan membawa bejana emas berisi es. Mereka membelah dada Muhammad. Hati itu dibedah dan dikeluarkanlah gumpalan darah yang berwarna hitam. Kemudian dicuci dengan es. Setelah itu dikembalikan seperti semula. Mendengar pernyataan Muhammad, Halimah kebingungan. Tapi ia tak merasa dibohongi, sebab ia mafhum anak itu tak pernah berkata dusta.
Kemudian setelah umur 4 tahun, Muhammad SAW dibawa oleh Halimah untuk diserahkan kembali kepada ibunya. Setelah itu dia tidak tahu apa yang terjadi pada bocah itu, sebab untuk dapat kabar di zaman itu sangat susah. Baru, ketika Rasulullah SAW berusia 40 tahun terdengarlah berita oleh Halimah, rupanya anak susuannya telah menjadi rasul. Halimah pun merasa sebagai wanita paling bahagia di dunia.
Halimah as-Sa’diyah, putri Abu Dzuaib Abdullah bin Al-Harits adalah teladan bagi muslimah setiap zaman. Dengan keikhlasannya, ia menjadi sosok yang pernah mewarnai kehidupan Rasulullah SAW. Halimah memeluk Islam dari orang lain dan bukan dari Rasulullah SAW. Ia wafat di kota Madinah dan dimakamkan di Baqi’. Sebelum meninggal, ia sempat bertemu anak susuan yang paling dicintanya itu. Dan, bisa dipastikan, itulah puncak kebahagiaannya di dunia ini.
Minggu, 05 April 2015
Kisah Nabi Idris
Nabi Idris as merupakan sosok nabi
dan rasul yang terkenal kesalehannya. Beliau merupakan keturunan keenam dari
Nabi Adam as. Beliau lahir 1.000 tahun setelah wafatnya Nabi Adam as. Nama
aslinya adalah Ukhunuh. Namun karena tekun mempelajari ilmu agama dan
kitab-kitab Allah, maka beliau dikenal dengan nama Idris.
Menurut riwayat, Nabi
Idris as adaalah seorang nabi pertama yang paling pandai menulis dengan bahasa
dan dapat membaca. Karena kemampuannya membaca itu, Allah SWT telah
menurunkan 30 syahifah yang berupa petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya
yang terdiri dari keturunan Qabil yang merupakan putra Nabi Adam as yang
durhaka kepada Allah SWT.
Pandai Menjahit
Selain terkenal
karena kemampuannya dalam menulis dan membaca, beliau juga dikenal sebagai
orang pertama yang mampu menunggang kuda, mengetahui ilmu bintang, pandai
mengira serta memerangi orang yang durhaka kepada Allah SWT. Beliau juga adalah
orang pertama yang pandai menggunting dan menjahit pakaian yang dibuat dari
kulit binatang.
Kehidupan
sehari-harinya selalu diisi dengan kegiatan beribadah kepada Allah SWT serta
menolong orang miskin. Pada saat waktu luang beliau gunakan untuk menjahit
pakaian. Biasanya apabila pakaian itu siap, dia akan memberikannya kepada orang
yang miskin. Di samping itu, setiap hari dia tidak pernah lepas dari berpuasa.
Nabi Idris as
tidak pernah lupa untuk berbakti dan beribadah kepada Allah SWT meskipun dia
sibuk menhadapi tugas-tugas harian. Nabi Idris as juga seorang yang gagah,
beliau memiliki kekuatan luar biasa. Karena itulah beliau dikenali sebagai “Asadul
Usud” atau Singa Dari Segala Singa.
Dengan dikaruniai
Allah SWT sifat gagah itu, Nabi Idris as mampu memerangi orang yang durhaka
kepada Allah SWT. Karena itulah beliau dimuliakan Allah SWT seperti penjelasan
dalam Surat Maryam ayat 56-57. Nabi Idris as diutus oleh Allah untuk menegakkan
agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah menyembah kepada Allah serta
memberi beberapa pedoman hidup bagi pengikutnya supaya selamat dari siksaan di
dunia maupun di akhirat.
Nabi Idris as
disebutkan dalam sebuah hadist sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama
yang berbicara dengan Nabi Muhammad SAW dalam salah satu surga selama Mi’raj.
Ketika Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau
bertemu Nabi Indris as. Nabi Muhammad bertanya kepada malaikat Jibril yang
mendampinya saat itu ” Siapa orang
ini?” Malaikat jibril menjawab ” Inilah Idris ”
Nabi idris as
diyakini sebagai seorang penjahit berdasarkan hadist ; Ibnu Abbas
berkata, ”Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh
seorang tukang kayu, idris seorang penjahit dan musa adalah penggembala” (dari
Al-Hakim)
Nasihat Nabi Idris as
Nabi
Idris as mempunyai beberarapa nasihat dan untaian kata mutiara, antara lain
sebagai berikut :
Kesabaran
yang diserai iman kepada Allah (akan) membawa kemenangan, orang yang bahagia
adalah orang yang waspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan
amal-amal salehnya, Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa, maka
ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula (untuk) puasa dan salatmu, janganlah
bersumpah palsu dan janganlah menutup-nutupi sumpah palsu supaya kamu tidak
ikut berdosa, Taatlah kepada rajamu dan tundukklah kepada pembesarmu serta
penuhilah selalu mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah. Janganlah
iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya karema mereka tidak akan banyak
dan lama menikmati kebaikan nasibnya. Barang siapa melampaui kesederhanaan
tidak sesuatu pun akan memuaskannya. Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya,
seorang tidak dapat bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperoleh
itu.
Allah
pun memberikan mukjizat kepadanya berupa kepandaian di segala bidang. Di antara
mukjizat nabi Idris as adalah sebagai berikut; Hebat dalam menunggang kuda,
pada saat itu sedikit orang yang dapat menunggang kuda, ia dapat menulis.
Ketika itu tidak ada umatnya yang dapat menulis. Ia dapat menjahit pakaian,
pada saat itu, belum ada yang mampu menjahit pakaian.
Nabi
idris as mendapat kitab dari Allah SWT sebanyak 30 Shohifah. Dalam kita ini
berisi jaran kebenaran seperti halnya Al Qur’an. Kitab itu merupakan petunjuk
yang disampaikan kepada ummatnya. Sehingga ummatnya yang sudah rusak akhlaknya
sedikit demi sedikit kembali ke jalan yang benar.
Menikam Mata Iblis
Selama masa hidupnya, Nabi Idris as sangat takwa dan saleh, ini yang
membuat iblis dan setan iri hati. Pada suatu hari ketika Nabi Idris as sedang
duduk menjahit baju, tiba-tiba dan entah darimana datangnya, muncullah seorang
laki-laki di depan pintu rumahnya sambil memegang sebutir telur di tangannya.
Iblis yang menyamar sebagai lelaki
itu berkata,
“Ya Nabiyullah,
bisakah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?”
Sekilas Nabi Idris as melihat lelaki itu dan dia sudah mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya itu adalah iblis laknatullah yang sedang menyamar.
Nabi Idris as berkata, “Kemarilah, mendekatlah kepadaku dan tanyalah yang engkau mau.”
Iblis menyangka dirinya pandai menyamar dan mendekat Nabi Idris as. Dia terlihat senang karena merasa penyamarannya tidak diketahui oleh Nabi Idris as. Iblis berkata, “Bisakah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?”.
Sekilas Nabi Idris as melihat lelaki itu dan dia sudah mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya itu adalah iblis laknatullah yang sedang menyamar.
Nabi Idris as berkata, “Kemarilah, mendekatlah kepadaku dan tanyalah yang engkau mau.”
Iblis menyangka dirinya pandai menyamar dan mendekat Nabi Idris as. Dia terlihat senang karena merasa penyamarannya tidak diketahui oleh Nabi Idris as. Iblis berkata, “Bisakah Tuhanmu memasukkan dunia ke dalam telur ini?”.
“Jangankan
memasukkan dunia ini ke dalam telur sebesar ini, bahkan ke dalam lubang jarumku
ini pun Tuhanku berkuasa melakukannya,” jawab Nabi Idris as. Lalu dengan
secepat kilat Nabi Idris as menusuk mata iblis dengan jarumnya. Secepat kilat
jarum itu mengenai matanya, dan iblis pun menjerit kesakitan. Dia terkejut dan
tidak menyangka kalau Nabi Idris as akan mengetahui tipu dayanya. Karena mata
iblis tertusuk jarum Nabi Idris, maka matanya telah menjadi buta. Tanpa
membuang waktu, iblis pun lari tunggang langgang hingga hilang dari pandangan
Nabi Idris as.
Suatu ketika banyak manusia
melupakan Allah, sehingga Allah pun menghukum manusia dengan membuat kemarau
yang panjang. Kemudian Nabi Idris pun turun tangan, ia memohon kepada Allah untuk
mengakhiri hukum kemarau panjang tersebut. Allah menghabulkan permohonan Nabi
Idris itu, musim kemarau pun berakhir, dan hujan deras pun turun.
Kisah Nabi Idris dan Malaikan maut Izroil
Setiap hari
malaikat Izroid dan Nabi Idris as beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi
Nabi Idris as mengajukan permintaan ”Bisakah engkau membawa saya melihat surga
dan neraka?”
Malaikat izroil
pun menjawab ”Wahai Nabi Allah, lagi lagi
permintaanmu aneh”
Nabi Idris pun di
bawa ke tempat yang ingin dilihatnya, tentunya malaikat izroil telah memohon
izin kepada Allah, dan Allah mengizinkannya.
Malaikat izroil
berkata lagi ”Ya Nabi Allah, mengapa
ingin melihat neraka? Bahkan para malaikat pun takut untuk melihatnya”
Kemudian Nabi
Idris pun menjelaskan alasannya ”Terus terang,
saya takut sekali kepada azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi
lebih tebal setelah melihatnya”
Saat malaikat
izroil dan Nabi Idris sampai di dekat neraka, Nabi Idris as langsung pingsan.
Malaikat penjaga neraka merupakan sosok yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan
menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris
as tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang sangat mengerikan itu. Tidak
ada pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan dengan neraka. Api berkobar
dahsyat, bunyi yang bermuruh menakutkan dan hal-hal yang mengerikan lainnya.
Nabi idris
meninggalkan neraka dengan tubuh yang lemas. Selanjutnya, Nabi Idris di bawah
oleh malaikat izroil ke surga. Malaikat Izroil mengucapkan salam kepada malaikat
penjaga pintu surga yaitu Malaikat Ridwan, Assalamu’alaikum …” berbeda dengan
malaikat penjaga neraka, malaikat Ridwan memiliki paras yang tampan, wajahnya
selalu berseri-seri dan dihiasai dengan senyum yang ramah. Siapaun akan senang
untuk memandangnya. Selain itu juga menampilkan sikap yang amat sopan, lemah
lembut ketika mempersilahkan para penguni surga memasuki tempat yang penuh
kedamaian dan kenikmatan itu.
Tidak berbeda
saat melihat neraka, Nabi Idris nyaris pingsan saat melihat surga, bukan karena
takut, tapi karena terpesona. Begitu indah dan menakjubkan apa yang ada di
surga. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah..” ucapan nabi Idris
berulang-ulang karena ia begitu terpukau oleh keindahan surga.
Dilihatnya
sunga-sungai yang airnya begitu bening seperi kaca. Sementara itu di pingir
sungai terdapat pohon-pohon yang bagian batangnya terbuat dari peak dan emas.
Lalu ada juga istana-istana untuk para penghuni surga. Di setiap penjuru ada
pohon yang menghasilkan buah-buahan, buahnya pun begit segar, ranum dan harum.
Nabi idris juga
mempunyai kesempatan untuk berkeliling, ia diiringin oleh para pelayan surga.
Mereka merupaka para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang sangat
tampan wajahnya. Mereka menampilkan tingkah laku yang baik, dan sopan saat
berbicara. Tiba tiba nabi idris ingin meminum air sungai surga. Nabi idris pun
meminta izin, ”bolehkah saya meminumnya ? Airnya kelihatan sejuk dan segar
sekali”.
Lalu malaikat
izroil mengizinkannya, ”Silahkan minum,
inilah minuman untuk penguni surga.” Jawab malaikat izroil. Pelayan surga
datang membawa segelas minum yang terbuat dari emas dan perak. Nabi idris
kemudian meminum air itu dengan nikmat. Dia begitu bersyukur diberi kesempatan
bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Minuman
yang selezat itu tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ucapan hamdalah
berkali-kali pun terucap dari mulutnya ”Alhamdulillah, Alhamdulillah,
Alhamdulillah”.
Setelah nabi
idris puas melihat surga, akhirnya tiba juga waktu baginya untuk meninggalkan
surga dan kembali lagi ke bumi. Namun ia tidak mau kembali lagi ke bumi.
Hatinya sudah terpikat oleh keindahan dan kenikmatan surga milik Allah Yang
Maha Kuasa.
Nabi Idris as pun
berkata ”Saya tidak mau keluar dari surga
ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,”
Malaikat izroil
pun menjawab ”Tuan boleh tinggal di sini
setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah dihisab oleh Allah, baru tuan
bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang beriman lainnya,”
Namun
Allah merupakan Tuhan Yang Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Allah pun
mengkaruniakan sebuah tempat yang begitu mulia di langit sana, dan Nabi Idris merupakan
satu-satunya nabi yang tinggal di surga tanpa mengalami kematian. Ketika dibawa
ke tempat mulia itu, saat itu nabi idris baru berusia 82 tahun.
Langganan:
Postingan (Atom)