Pada suatu hari yang cerah, Abu Nawas telah mendapatkan perintah dari Raja Harun Ar-Rasyid untuk mengamati dan mencari tahu kekurangan yang ada pada rakyatnya.
Maklumlah,
selain terkenal sebagai penyair ulung, Abu Nawas juga termasuk salah satu orang
kepercayaan Baginda Raja, karena usulan-usulan dan petuahnya yang seringkali
tidak masuk akal, namun tetap bisa menjadi solusi ketika masalah sedang melanda.
Pada suatu
malam, Abu Nawas melangkahkan kedua kakinya dengan santai menyisir kota.
Selama dalam perjalanan, ia sama sekali tidak melihat adanya sesuatu yang dirasa janggal, karena kesejahteraan penduduk pada waktu itu boleh dibilang cukup layak.
Selama dalam perjalanan, ia sama sekali tidak melihat adanya sesuatu yang dirasa janggal, karena kesejahteraan penduduk pada waktu itu boleh dibilang cukup layak.
Akan tetapi,
pada saat Abu Nawas tengah berada di depan tanah lapang yang sering digunakan
penduduk untuk mengadakan hajatan, tiba-tiba langkah kakinya terhenti dengan
adanya kerumunan massa yang begitu banyak.
Abu Nawas
pun bertanya kepada temannya yang bernama Husein yang secara kebetulan baru
melihat pertunjukan di sana.
“Ada pertunjukan apa di sana?” tanya Abu Nawas.
“Pertunjukan keliling yang melibatkan monyet ajaib,” jawab Husein.
“Apa maksudmu dengan monyet ajaib?” tanya Abu Nawas.
“Monyet tersebut bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menakjubkan lagi, monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja,” jelas Husein.
“Ada pertunjukan apa di sana?” tanya Abu Nawas.
“Pertunjukan keliling yang melibatkan monyet ajaib,” jawab Husein.
“Apa maksudmu dengan monyet ajaib?” tanya Abu Nawas.
“Monyet tersebut bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menakjubkan lagi, monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja,” jelas Husein.
Jawaban
Husein itu telah membuat Abu Nawas semakin tertarik dan penasaran.
Dia langsung pamit pada temannya itu untuk melihat pertunjukan monyet itu. Ketika Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton.
Dia langsung pamit pada temannya itu untuk melihat pertunjukan monyet itu. Ketika Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton.
Ternyata,
sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa
saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Tak heran
bila banyak diantara penonton mencoba satu persatu, mereka berusaha dengan
berbagai cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Namun, hasilnya adalah sia-sia belaka.
Namun, hasilnya adalah sia-sia belaka.
Melihat
kegigihan si monyet tersebut, Abu Nawas semakin penasaran.
Akhirnya Abu Nawas maju ke depan untuk mencobanya.
Setelah berhadapan dengan monyet itu, Abu Nawas bertanya,
“Tahukah engkau siapa aku ini?”
Si monyet menggeleng-gelengkan kepala.
Akhirnya Abu Nawas maju ke depan untuk mencobanya.
Setelah berhadapan dengan monyet itu, Abu Nawas bertanya,
“Tahukah engkau siapa aku ini?”
Si monyet menggeleng-gelengkan kepala.
“Apakah
engkau tidak takut kepadaku?” tanya Abu Nawas.
Si monyet menggelengkan kepalanya.
Si monyet menggelengkan kepalanya.
“Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abu
Nawas memancing dan si monyet mulai ragu.
“Bila engkau tetap diam, maka aku akan laporkan kepada tuanmu,” ancam Abu Nawas kepada monyet.
“Bila engkau tetap diam, maka aku akan laporkan kepada tuanmu,” ancam Abu Nawas kepada monyet.
Seketika itu
juga, si monyet yang pada dasarnya hanya takut kepada tuannya, secara spontan
saja mengangguk-anggukkan kepala.
Horee….
Sontak saja para penonton bersorak karena ada orang yang mampu membuat si monyet mengangguk-anggukkan kepala.
Karena keberhasilan Abu Nawas tersebut, maka ia telah mendapatkan hadiah berupa uang yang lumayan banyak.
Sontak saja para penonton bersorak karena ada orang yang mampu membuat si monyet mengangguk-anggukkan kepala.
Karena keberhasilan Abu Nawas tersebut, maka ia telah mendapatkan hadiah berupa uang yang lumayan banyak.
Di lain
pihak, si pemilik monyet bukan main marahnya.
Pemilik monyet pun memukuli monyetnya dengan sebatang kayu karena malu terhadap pertunjukan itu.
Pemilik monyet pun memukuli monyetnya dengan sebatang kayu karena malu terhadap pertunjukan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar