Meski hanya rakyat biasa, namun Abu Nawas mampu
memberikan nasihat kepada sang raja, bahkan Abu Nawas memberikan nasihat sambil
menyindir perilaku rajanya yang sombong.
Suatu saat
Raja Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji.
Ketika sampai di pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian ke sana kemari dan diikuti anak-anak dengan riangnya.
Wajah sang Raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya berbinar-binar karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongannya.
Ketika sampai di pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian ke sana kemari dan diikuti anak-anak dengan riangnya.
Wajah sang Raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya berbinar-binar karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongannya.
Sejak
kepergian Abu Nawas itulah raja seperti mengalami kesepian. Tidak ada lagi orang
yang diajaknya berdiskusi maupun hanya sekedar bercanda. Karena itu Raja sangat
gembira begitu melihat sosok Abu Nawas.
Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
“Siapa dia?” tanya Raja.
“Dia si Abu Nawas yang gila itu,” jawab salah seorang pengawalnya.
“Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu, dan sekali lagi aku peringatkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia,” perintah Raja Harun.
“Baiklah wahai Rajaku,” jawab pengawal.
Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
“Siapa dia?” tanya Raja.
“Dia si Abu Nawas yang gila itu,” jawab salah seorang pengawalnya.
“Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu, dan sekali lagi aku peringatkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia,” perintah Raja Harun.
“Baiklah wahai Rajaku,” jawab pengawal.
Tidak berapa
lama kemudian para pengawal berhasil membawa Abu Nawas ke hadapan Raja. Abu
Nawas diperkenankan duduk di hadapan Raja.
“Salam bagimu wahai Abu Nawas,” sapa Raja Harun Ar-Rasyid.
“Salam kembali wahai Amirul Mukminin,” jawab Abu Nawas.
“Kami merindukanmu wahai Abu Nawas,” kata Raja Harun Ar Rasyid.
“Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya,” jawab Abu Nawas dengan ketus.
“Salam bagimu wahai Abu Nawas,” sapa Raja Harun Ar-Rasyid.
“Salam kembali wahai Amirul Mukminin,” jawab Abu Nawas.
“Kami merindukanmu wahai Abu Nawas,” kata Raja Harun Ar Rasyid.
“Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya,” jawab Abu Nawas dengan ketus.
Beberapa
pengawal kerajaan spontan saja akan mencabut pedang dari sarungnya untuk
memberikan pelajaran kepada Abu Nawas yang tak mampu menjaga perkataannya di
hadapan raja, sang pemimpin. Akan tetapi niat tersebut dicegah sendiri oleh
Raja Harun Ar-Rasyid.
“Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasehat,” pinta Raja.
“Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka,” kata Abu Nawas.
“Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus,” ujar raja mulai bersemangat.
“Wahai Amirul Mukminin, barang siapa yang dikarunia Allah SWT dengan harta dan ketampanan, lalu ia dapat menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh,” kata Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasehat,” pinta Raja.
“Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka,” kata Abu Nawas.
“Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus,” ujar raja mulai bersemangat.
“Wahai Amirul Mukminin, barang siapa yang dikarunia Allah SWT dengan harta dan ketampanan, lalu ia dapat menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh,” kata Abu Nawas.
Raja Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu. Ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya.
“Aku telah menyuruh para pengawalku untuk membayar hutangmu,” kata Raja.
“Tidak Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang diri Anda sendiri,” kata Abu Nawas.
Namun Raja
Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada
Abu Nawas.
“Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,”katanya.
“Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada Anda dan melupakanku,” jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja.
“Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,”katanya.
“Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada Anda dan melupakanku,” jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja.
Perlakuan
itu membuat sang Raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun berubah menjadi raja yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun berubah menjadi raja yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya.
Abu Nawas
memberikan nasihat berupa sedikit sindiran, namun sang raja tidak tersinggug,
atau marah atau bahkan memenjarakan Abu Nawas. Raja malah merenung dan terus
merenungi apa gerangan kesalahan yang telah dia buat selama memimpin kerajaan.
Salut untuk Raja Harun Ar-Rasyid yang telah menerima kritikan dari rakyat kecil.
Salut untuk Raja Harun Ar-Rasyid yang telah menerima kritikan dari rakyat kecil.