Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Nabi Ya’qub
Alaihissalam adalah putra Nabi Ishaq Alaihissalam, dan ia memiliki saudara
kembar bernama Aish. Ayahnya lebih menyayangi Aish saudaranya karena ia lahir
lebih dulu, sedang ibunya lebih menyayanginya karena ia lebih kecil.
Ketika usianya sudah sangat lanjut, Nabi Ishaq tak
dapat melihat lagi. Ia sering dilayani oleh Aish yang pandai berburu dan sering
mendapatkan kijang. Sedang Ya’qub sangat pendiam dan lebih senang berada di
rumah mempelajari ilmu-ilmu agama.
Suatu hari, Ishaq menginginkan suatu makanan, ia
meminta Aish untuk mengambilkannya. Namun atas suruhan ibunya, Ya’qublah yang
lebih dulu mengambilkan makanan itu untuknya. Setelah Ya’qub melayaninya, Ishaq
lalu mendoakannya, “Mudah-mudahan engkau menurunkan nabi-nabi dan raja-raja.”
Doa nabi adalah doa yang mustajab, dan memang kita
ketahui dalam sejarah bahwa keturunan Ya’qub kelak akan melahirkan banyak para
nabi dan raja.
Aish yang mengetahui bahwa saudaranya telah mendapat doa
yang baik dari ayahnya menjadi iri. Ia pun marah dan bahkan mengancam akan
membunuh Ya’qub supaya keturunannya tidak ada yang menjadi nabi dan raja.
Mengetahui hal ini, Rafqah kemudian menyuruh Ya’qub
agar mengungsi ke tempat pamannya, Laban bin Batwil, di kota Harran,
Irak.
Dalam perjalanan ke rumah pamannya, Ya’qub tidak
berani berjalan di siang hari karena takut akan ditemukan dan disiksa oleh
saudaranya. Ia hanya berani berjalan di malam hari, sedang bila tiba waktu
siang ia beristirahat. Oleh sebab itulah ia juga dikenal dengan nama Israil,
yang artinya berjalan di malan hari. Kelak keturunannya pun dikenal
dengan nama Bani Israil.
Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Laya,
dan yang kedua bernama Rahel. Sebenarnya Ya’qub ingin menikah dengan
Rahel, karena ia lebih cantik. Akan tetapi Laban mengatakan bahwa bukanlah
kebiasaan mereka menikahkan yang kecil sebelum yang besar. Jika Ya’qub ingin
menikahi Rahel maka ia harus menikahi Laya lebih dahulu, kemudian bekerja
selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel.
Saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung
diperbolehkan.
Kepada masing-masing puterinya, Laban memberi seorang
sahaya perempuan. Kepada Laya ia memberikan hamba sahaya perempuan bernama Zulfa,
dan kepada Rahel ia memberikan hamba sahaya perempuan bernama Balhah. Pada
masa awal pernikahan dengan Ya`qub, Rahel tidak hamil dan kehamilannya
terlambat hingga beberapa waktu. pada ketika itulah ia berinisiatif
menghibahkan budak wanitanya yang bernama Balha kepada suaminya (Ya`qub). Laya
dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya’qub,
sehingga istri Ya’qub menjadi 4 orang.
ketika ia melihat istri-istri Ya`qub yang lainnya
Laya, Zulfa, dan Balha melahirkan anak-anak untuk Ya`qub sedang dirinya tidak
hamil, maka Rahelpun menghadap kepada Allah Ta`ala dengan seluruh jiwa raganya
dan berdo`a kepadaNya agar Dia memberi anak suci dari Ya`qub alaihis salam.
Allah Ta`ala mengabulkan do`a Rahel, memenuhi
seruannya, menyayangi kelemahannya dan memuliakannya. kemudian Rahel hamil dari
nabi Ya`qub dan melahirkan anak agung, terhormat, tampan, ikhlas, yang bernama
Yusuf. dan Yusuf adalah anak Ya`qub dari Rahel yang paling mirip dengan
neneknya, Sarah, yang tiada lain adalah istri nabi Ibrahim alaihis salam.
Rahel menetap hampir 20 tahun di daerah Irak bersama suaminya, ia beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan beribadah kepadaNya bersama suaminya, ia membenci patung yang ketika itu beredar luas di tempat tinggalnya, jika sanggup, ia ingin menghancurkan patung yang menyesatkan sebagian besar manusia, menyeret mereka ke jalan kesesatan dan menjauhkan mereka dari jalan petunjuk.
Rahel menetap hampir 20 tahun di daerah Irak bersama suaminya, ia beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan beribadah kepadaNya bersama suaminya, ia membenci patung yang ketika itu beredar luas di tempat tinggalnya, jika sanggup, ia ingin menghancurkan patung yang menyesatkan sebagian besar manusia, menyeret mereka ke jalan kesesatan dan menjauhkan mereka dari jalan petunjuk.
Ya`qub membisikan wahyu yg beliau terima kepada istri
dan anak-anaknya dan orang yang pertama kali merespon wahyu tersebut adalah
Rahel. kemudian Ya`qub berangkat membawa keluarganya pergi ke tempat tinggal
ayahnya. disisi lain, sebelum berangkat, Rahel mengambil patung-patung milik
ayahnya untuk dibuang ditempat jauh atau di salah satu sungai, dan tidak ada
seorang pun yang mengetahui perbuatan Rahel tersebut.
Dari keempat istrinya ini Ya’qub Alaihissalam
memperoleh 12 orang anak lelaki.
Dari istrinya Laya, ia dikaruniai Rubil, Syam’un,
Lewi, Yahuda, Ibsyakir, dan Zabulon.
Dari istrinya Rahel, ia dikaruniai Yusuf dan Bunyamin.
Dari istrinya Balhah, ia dikaruniai Daan dan Naftali.
Dari istrinya Zulfa, ia dikarunian Jaad dan Asyir.
Putra-putra Ya’qub inilah yang merupakan cikal bakal
lahirnya Bani Israil. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath,
yang berarti cucu-cucu.
Sibith dalam bangsa Yahudi adalah seperti suku dalam bangsa
Arab, dan mereka yang berada dalam satu sibith berasal dari satu bapak.
Masing-masing anak Ya’qub kemudian menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka
seluruh Bani Israil berasal dari putra-putra Ya’qub yang berjumlah 12 orang.
Dalam sibith-sibith ini kelak diturunkan para nabi,
antara lain:
Sibith Lewi, di kalangan mereka terdapat Nabi Musa,
Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Sibith Yahuda, di kalangan mereka terdapat Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Sibith Bunyamin, di kalangan mereka terdapat Nabi Yunus.
Setelah lewat 20 tahun Ya’qub tinggal bersama
pamannya, ia pun meminta izin untuk kembali kepada keluarganya di Kana’an. Saat
ia hampir tiba di Kana’an, ia mengetahui bahwa Aish saudaranya telah bersiap
menemuinya dengan 400 orang, sehingga Ya’qub merasa takut dan mendoakannya
serta menyiapkan hadiah besar bagi saudaranya itu yang dikirimkan melalui
orang-orang utusannya.
Lunaklah hati Aish mendapat hadiah pemberian
saudaranya. Kemudian ditinggalkannya negeri Kana’an bagi saudaranya lalu ia
pergi ke Gunung Sa’ir.
Sedangkan Ya’qub, ia pergi kepada ayahnya Ishaq dan
tinggal bersamanya di kota Hebron yang dikenal dengan nama Al-Khalil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar