Minggu, 25 Januari 2015

BUAH KEJUJURAN



Mendapat istri cantik, solihah dan kaya
Pada suatu hari, Qadhi Abu Bakar Muhammad sewaktu masih belajar di Mekkah merasakan kelaparan yang melilit perutnya. Dari pagi hingga siang, belum ada makanan yang bisa dimakannya. uangpun tak ada untuk membeli makanan. karena itu dia keluar dari rumah supaya dapat mengurangi sedikit rasa lapar yang melanda dirinya. Dengan menbaca Basmalah ia berharap dapat menemukan sesuatu yang dapat mengganjal perutnya.

Harapan Qadhi, sepertinya terkabul karena tanpa sengaja ia menemukan sebuah kantong dari sutra yang diikat dengan kaos kaki yang juga terbuat dari sutra tergeletak dipinggir jalan. Saat itu jalanan sepi tak ada seorangpun yang lewat, lalu diambilnya bungkusan itu dan dibawanya pulang. Setibanya dirumah, Qadhi membuka kantong tersebut, ternyata didalamnya terdapat sebuah kalung permata yang sangat indah dan pasti bernilai sangat tinggi harganya jika dijual. uangnya pasti cukup memenuhi kebutuhannya selama satu tahun bahkan lebih dari itu.

Astaghfirullah, Qadhi menbaca istighfar, karena ia menyadari bahwa kalung yang ia temukan adalah bukan miliknya, walaupun dia sedang kelaparan, ia tidak mau memperoleh makanan dari hasil yang tidak baik, oleh sebab itu sedikit atau banyak makanan haram yang masuk kedalam tubuhnya akan membuat jiwa tercemar dan jauh dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'aala, dan tempat yang paling pantas adalah neraka. Akhirnya dia keluar rumah untuk mencari pemilik kalung tersebut. Tepat pada saat itu, ada seorang laki-laki tua menghentikan langkahnya.

"Anak muda, apakah engkau melihat kantong sutra dikawasan jalan ini....? Di kantong itu yang kubawa ini berisi uang 500 dinar. Uang ini adalah upah yang akan kuberikan kepada orang yang menemukannya." kata laki-laki tua itu.

Setibanya dirumah beliau tidak langsung memberikan barang tersebut, karena sebelumnya Qadhi tidak menjawab pertanyaan laki-laki tua itu melainkan diajaknya kerumah. Ia kemudian menanyakan kepada laki-laki tua itu tentang ciri-ciri kantong sutra dan kaos kaki pengikatnya, berikut ciri-ciri kalung permata dan jumlahnya, serta benang yang mengikatnya. Ternyata jawaban laki-laki tua itu persis dengan semua yang ditemukannya dijalan sewaktu ia keluar dari rumah.

Kemudian kantong itu diberikan kepada laki-laki tua itu sebagai pemiliknya dan orang itu lalu memberikan imbalan sesuai dengan apa yang pernah ia janjikan jika ada orang yang menemukan kantong sutra itu yang jatuh dijalan sebesar 500 dinar, tetapi Qadhi justru menolaknya karena ia tidak pantas menerima sesuatu imbalan kepada orang lain yang mendapat musibah kehilangan. Dia berkata bahwa, seorang muslim memiliki kewajiban dan tidak pantas menerima imbalan atau upah.

"Bawalah kembali uang bapak! Aku tak pantas menerimanya." jawab Qadhi

Akan tetapi laki-laki tua itu bersikeras dan terus-menerus memaksa, namun Qadhi tetap menolaknya. Akhirnya laki-laki tua itu yang menyerah dengan beranjak dari tempat duduk ia berjalan keluar rumah Qadhi, pergi dengan membawa kalung permata yang hilang.

selang beberapa waktu dari kejadian itu, Qadhi kemudian melakukan perjalanan keluar dari kota

Kamis, 15 Januari 2015

Hadiah 3000 Dirham



Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya. Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa. Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya. "Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya, dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000 dirham," titah raja. "Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan. Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu. Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja. "Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih. "Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda. "Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih. "Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas, bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu," titah Raja.
Utusan tiba di rumah Abu Nawas. Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas. Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas. "Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu utusan itu. "Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perintah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya. "Betul?" tanya utusan Raja. "Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas. Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram. "Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati. Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu mengurungkan niatnya.
Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu. Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar. "Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas. "Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja. "Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius. Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya. Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu. "Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan. "Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas. "Iya..benar," jawab utusan itu. "Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih, ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya. "Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan. "Aku akan pukul kalian sekeras- kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.
Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu. Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas. "Abu Nawas...!" Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan Baginda Raja Harun Ar Rasyid. "Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing- masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki Patih Jakfar. "Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas. "Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih. "Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira. Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya. "Buk...! Buk...! Buuuk....!" "Ampun Abu Nawas...! "Apa kalian masih mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??" "Tidaaaak....ampuun..." Ketiga utusan itupun lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. Sesaat setelah itu, ki Patih berkata, "Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini. Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang gundah gulana." Abu Nawas menyetujui permintaan Ki Patih Jakfar, dan mereka segera berangkat menuju istana setelah semua persiapan dilakukan.

Sabtu, 10 Januari 2015

KISAH SITI MASYITOH



Kisah teladan berikut ini mengisahkan tentang seorang keteguhan dan keyakinannya sebagai seorang wanita solihah sehingga menjadikan ia wanita yang mulia disisi Allah SWT.  wanita solihah tersebut merupakan seorang tukang sisir putri atau anak dari fir'aun yang bernma siti masyitoh , dia rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan agamanya yaitu agama yang di ridhoi Allah swt yaitu islam.
Ketika Rasulullah Nabi Muhammad saw hendak isra mi'raj bersama malaikat jibril dan malaikat mikail berangkat dari masjidil haram menuju masjidil aqsa Nabi Muhammad saw tak sengaja mencium bau yang sangat wangi dari sebuah makam, lalu beliau bertanya kepada malikat jibril "wahai jibril wangi apakah yang sedang aku cium ini ?",lalu malaikat jibril menjawab "ini merupakan wangi dari makam seorang wanita solihah yang merupakan tukang sisir anak dari fir'aun dan wanita tersebut bernama siti Masyitoh".
suatu hari ketika siti masyitoh sedang menyisir rambut putri fir'aun tidak sengaja sisir yang digunakan terjatuh lalu secara reflek mulut siti Masyitoh mengucapkan kalimat “Astagfirullah”mendengar hal tersebut anak fir'aun lantas bertanya kepada siti masyitoh,"Masyitoh kenapa kau menyebut nama tuhan lain selain ayahku fir'aun, memang selain ayahku ada Tuhan lain ?", dan masyitoh menjawab:"tentu ada dia adalah Allah swt tuhan yang maha esa", anak fir'aun kembali berkata: "wahai masyitoh apakah kau tidak takut jika aku melaporkanmu kepada ayahku Fir'aun ?", dengan yakin siti masyitoh menjawab:"TIDAK", anak dari Fir'aun langsung berlari menemui ayahnya Fir'aun untuk melaporkan siti masyitoh. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Setelah mendengar hal tersebut fir'aun langsung  menyuruh pengawal untuk memanggil masyitoh untuk menghadap, masyitoh memenuhi keinginan fir'aun dan menghadap dengan tenang , Setelah mereka saling berhadapan, dengan rasa kesal fir'aun langsung bertanya kepada siti masyitoh,"masyitoh apa benar kau menyembah Tuhan selain diriku ?" Bentak fir'aun. dan masyitoh menjawab dengan penuh keyakinan: ”iya benar dia adalah Allah swt Tuhanku dan juga Tuhanmu",mendapat jawaban seperti itu  fir'aun semakin kesal dan marah kemudian dia memastikan untuk kedua kalinya dan mengajak siti masyitoh untuk kembali menyembah dirinya (fir'aun) namun jawaban siti masyitoh tetap sama dia hanya akan menyembah Allah swt. Mendengar jawaban tersebut fir'aun semakin murka dan memanggil suami dan kedua anaknya yang juga muslim, lalu mereka semua dipaksa untuk menyembah fir'aun, jelas mereka semua menolak untuk menyembah fir'aun karena mereka tidak ingin mempersekutukan Allah.
Mendengar jawaban tersebut fir'aun sangat murka dan menyuruh pengawal untuk mempersiapkan sebuah wadah besar berisi air dan disimpan diatas bara api yang sangat panas sehingga air tersebut mendidih, di depan wadah tersebut fir'aun kembali bertanya kepada keluarga masyitoh namun jawaban mereka tetap sama hanya menyembah Allah swt. Karena mereka tidak mau menyembah fir'aun, sebagai hukumannya mereka langsung dimasukan kedalam wadah yang berisi air mendidih tadi satu per satu mulai dari suami siti masyitoh, anak pertama, dan anak kedua siti masyitoh yang berada dipangkuannya. Sebelum meloncat kedalam wadah tersebut siti masyitoh sempat meminta permintaan yang terakhir kepada fir'aun, dia meminta agar ketika ia meninggal ia ingin jasadnya dikuburkan secara muslim dan fir'aun memenuhi permintaan siti masyitoh. Bahkan sebelum melompat siti masyitoh sempat ragu untuk meloncat namun anak kedua siti masyitoh yang masih bayi tiba-tiba bisa berbicara dan meyakinkan siti masyitoh untuk melompat dan bayi itu berkata :"ayo ibu loncatlah kedalam wadah itu yakinlah Allah bersama kita dan ini adalah jalan yang Allah berikan kepada kita", mendengar ucapan anaknya siti masyitoh semakin yakin dan langsung melompat kedalam wadah yang berisi air panas tadi bersama anaknya.
Dan dari keteguhan hati siti masyitoh terhadap Allah swt yang rela mengorbankan nyawanya demi agama Allah, makam siti masyitoh mengeluarkan wangi yang tercium oleh Rasulullah saw ketika beliau isra mi'raj dari masjidil haram ke masjidil Aqsa.
(Dari Berbagai sumber)

Kamis, 08 Januari 2015

Kisah Nabi Yusuf dan Saudara-saudaranya



Nabi Yusuf as merupakan putra ke tujuh dari dua belas putara puteri Nabi Ya’qub as. Beliau adalah anak dari istri Nabi Ya’qub yang bernama Rahil. Dari Ibu Rahil ini Nabi Yusuf juga mempunyai adik bernama Benyamin. Nabi Yusuf dianugrahi wajah yang sangat tampan oleh Allah SWT, juga dengan tubuh yang gagah dan sempurna sehingga membuat banyak wanita terpesona akan kemolekan parasnya.
Pada suatu hari, Nabi Yusuf as bermimpi melihat sebelas bintang, mathari, dan bulan semuanya sujud kepadanya, dan mimpinya itu disampaikan kepada ayahnya yaitu Nabi Ya’qub as, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an berikut ini :
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku”
“Ayah berkata : “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia” (QS. 12 : 4 – 5)
Nabi Ya’qub as mengingatkannya kepada Nabi Yusuf  agar jangan sampai menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Karena saudara-saudara Nabi Yusuf as tidak menyukainya  atau iri dengan kedekatan ayahnya serta perhatian lebih Nabi Ya’qub as kepadanya Nabi Yusuf.
Nabi Yusuf as adalah anak yang dimanjakan oleh ayahnya, lebih disayang dan dicintai dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, terutama setelah ibu kandungnya Rahil meninggal atau wafat ketika Yusuf masih berusia dua belas tahun. Nabi Ya’qub as merasa bahwa anaknya itu akan mengemban suatu urusan besar, yaitu keNabian yang berada di sekitarnya.
Perlakuan yang berbeda dari Nabi Ya’qub as kepada anak-anaknya yang lain menimbulkan rasa iri hati dan dengki di antara saudara-saudara Nabi Yusuf as yang lain, mereka merasa dianak tirikan oleh ayahnya. Mereka menganggap Nabi Ya’qub tidak adil terhadap sesama anaknya, karena lebih memanjakan Nabi Yusuf as dari pada yang lainnya.
Rasa jengkel terhadap ayah mereka dan iri hati pada Nabi Yusuf as membangkitkan rasa setia kawan antara sauda-saudara Yusuf, persatuan dan rasa persaudaraan yang akrab di antara mereka. Sehingga rasa iri hati dan kebencian saudara-saudaranya juga tidak dapat ditutup-tutupi lagi. Rasa sayang Nabi Ya’qub as kepada Nabi Yusuf dan Bunyamin adiknya sebenarnya cukup wajar, karena Nabi Yusuf dan adiknya sudah tidak memiliki ibu lagi sejak ibunya melahirkan Bunyamin. Karena sebab itulah Nabi Ya’qub sangat menyayangi Nabi Yusuf as dan adiknya Benyamin. Terlebih lagi saat Nabi Ya’qub mendengar dan mengetahui akan mimpi Nabi Yusuf as. Semakin bertambah pula pengawasannya untuk keselamatan Nabi Yusuf as dan adiknya. Hal ini menyebabkan bertambahnya kedengkian dan kebencian saudara-saudara terhadap Nabi Yusuf as dan adiknya.

Dibuang Ke Sumur
suatu hari saudara-saudara Nabi Yusuf as berkumpul dan bermusyawarah untuk mengemukakan perasaan mereka masing-masing atas perlakuan Ayah mereka yang dianggapnya tidak adil kepada anak-anaknya. Dalam musyawarah ini banyumin tidak diikut sertakan karena ia adalah adik kandung Nabi Yusuf as, mereka memutuskan agar Nabi Yusuf as dibuang saja.
Terjadilah dialog antara mereka dengan ayahnya dengan penuh kelembutan namun terdapat dendam yang tersembunyi di hati. Dalam hal ini diterangkan dalam Al Qur’an berikut ini :
“mereka berkata : “wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya. Biarlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar ia (dapat) bersenang-sendang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya”
“berkata Ya’qub : “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah dari padanya”
“Mereka berkata : “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-raong yang merugi” (Qs 12 : 11 – 14) 
Mereka membujuk ayahnya agar mengizinkan Nabi Yusuf as pergi dengan mereka. Akhirnya mereka berhasil meyakinkan ayahnya yang sangat khawatir kalau-kalau Nabi Yusuf as dimakan oleh serigala. Apakah ini masuk akal? Kami sepuluh orang laki-laki, maka mana mungkin kami yang banyak ini lalai darinya? Sungguh kami akan kehilangan sifat kejantanan kami seandainya terjadi peristiwa itu. Kami jamin bahwa tidak ada seekor serigala pun akan memakannya. Karena itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Mereka pun berhasil mengajak Nabi Yusuf as pada hari berikutnya dan pergi dengannya ke gurun. Mereka menuju tempat yang jauh belum pernah mereka tempuh. Mereka mencari sumur yang disitu sering dilewati oleh para kafilah dan mereka berencana untuk memasukkan Nabi Yusuf as ke dalam sumur itu. Allah Yang Maha Mengetahui mengilhamkan kepada Nabi Yusuf as bahwa ia akan selamat, maka tidak perlu takut. Allah Yang Maha Kuasa menjamin bahwa Nabi Yusuf as akan bertemu dengan mereka pada suatu hari dan akan memberi tahu mereka apa yang mereka lakukan kepadanya.
Nabi Yusuf as sempat melakukan perlawanan kepada mereka, namun mereka memukulinya dan mereka memerintahkannya untuk melepas bajunya, lalu mereka menceburkannya ke dalam sumur dalam keadaan telanjang. Kemudian Allah Yang Maha Kuasa mewahyukan kepadanya bahwa ia akan selamat dan karean itu ia tidak perlu takut. Walau di dalam sumur itu terdapat air, namun tubuh Nabi Yusuf as tidak terkena hal yang membahayakan. Ia sendirian duduk di sumur itu, kemudian ia bergantungan dengan batu.
Kemudian saudara-saudara yang benci kepada Nabi Yusuf itu menyembelih hewan sejenis kambing atau rusa, lalu melumurkan darah palsu ke pakaian Nabi Yusuf as. Mereka lupa untuk merobek-robek pakaian Nabi Yusuf as. Mereka malah membawa apakain sebagaimana biasanya (masih utuh) dan hanya berlumuran darah. Peristiwa ini terjadi di malam yang gelap. Sementara itu, si ayah duduk di rumahnya lalu anak-anaknya masuk menemuinya di tengah malam di mana kegelapan malam menyembunyikan kegelapan serta kebohongan yang siap ditampakkan. Nabi Ya’qub bertanya : “Mengapa kalian menangis? Apakah terjadi sesuatu pada kambing?Mereka berkata sambil meninggikan tangisnya, seperti diterangkan dalam Al Qur’an berikut ini :
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis”
 “Mereka berkata : “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba, dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala, dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar” (Qs 12 : 17 – 18)
Nabi Ya’qub as memegang pakaian anaknya. Lalu ia mengangkat pakaian itu dan memperhatikannya di bawah cahaya yang terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu di tangannya namun ia melihat bahwa pakaian itu masih utuh dan tidak ada tanda-tanda cakaran atau robek. Serigala apa yang makan Nabi Yusuf as? Apakah ia memakan dari dalam pakaian tanpa merobek pakaiannya? Seandainya Nabi Yusuf as mengenakan pakaiannya lalu ia dimakan oleh serigala, semestinya pakaian tersebut akan robek. Seandainya ia telah melepas bajunya untuk bermain dengan saudara-saudaranya, maka bagimana pakaian tersebut dilumiri dengan darah sementara saat itu tidak menggunakan pakaian?
Berdasarkan bukti-bukti itu, Nabi Ya’qub as mengetahui bahwa mereka berbohong. Nabi Yusuf as tidak dimakan oleh serigala. Nabi ya’qub mengetahui bahwa anak-anaknya berbohong, ia mengungkapkan hal itu dalam perkatannya yang tersebut dalam Al Qur an :
 “Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata “sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan” (Qs 12 ; 18)
 Demikianlah perilaku Nabi Ya’qub dengan bijaksananya. Ia meminta agar diberi kesabaran dan memohon pertolongan kepada Allah SWT atas apa yang mereka lakukan terhadap putra kesayangannya.
Nabi Yusuf as ditemukan di sumur
Kemudian, ada kafilah yang sedang berjalan menuju Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan cukup jauh sehingga dinamakan Sayyarah. Semua kafilah itu menuju sumur, mereka berhenti untuk menambah air. Mereka mengulurkan timba/ember ke sumur. Lalu Nabi Yusuf as bergelantung pada timba tersebut. Orang yang mengulur timba mengira bahwa timbanya telah penuh dengan air. Namun setelah dilihat, kafilah itu terkejut sambil berkata “Hai, alanglah gembiranya kita, mendapatkan seorang anak yang tampan”
Pada saat itu aturannya adalah bahwa siapa yang menemukan sesuatu yang hilang, maka ia yang akan menjadi pemiliknya. Awalnya orang yang menemukannya sangat senang, namun ia berfikir mengenai tanggung jawab yang harus ditanggungnya, lalu muncullah rasa khawatir dalam dirinya. Kemudian untuk menghindari hal yang mengkhawatirkan tersebut ia berencana untuk menjualnya ketika tiba di mesir.
Nabi Yusuf as dijual di pasar
Setelah orang yang menemukan Yusuf itu tiba di mesir ia segera menjualnya di pasar dengan harga yang sangat murah, ketika itu Yusuf dibeli oleh salah satu pembesar di Mesir. Pembesar itu mengambil Nabi Yusuf as  dan menjadikan anak angkatnya, dirawatnya Yusuf dengan baik oleh isteri pembesar itu. Isteri pembesar itu bernama Zulaikha, mulai saat itu Nabi Yusuf as tinggal bersama mereka. Seperti diterangkan dalam Al Qur’an berikut ini :
 “Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu menyuruh seorang mengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata ; “Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yiatu beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dan orang mesir yang membelinya berakata kepada istrinya: “Berikanlah kepadanya empat (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak” dan demikian pulalah kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya” (Qs 12 : 19 – 21)
Lelaki yang membeli Nabi Yusuf as bukanlah sembarang orang tetapi ia seorang yang pembesar penting yang termasuk seseorang yang berasal dari pemerintah yang berkuasa di Mesir. Ia adalah seorang menteri di antara menteri-menteri raja yaitu ketua menteri yang bernama Al Aziz. ( Bersambung ke kisah nabi Yusuf dan Zulaikha ).