Sabtu, 27 Juni 2015

Bunuh Diri dengan Minum Madu



Di balik kecerdasan otaknya, ternyata Abunawas memiliki beberapa keterampilan yang mumpuni. Salah satunya adalah sebagai seorang penjahit, dan bahkan sebelum menjadi orang kepercayaan raja Harun Al Rasyid, ternyata Abu Nawas pernah bekerja sebagai penjahit pada majikan yang bernama Tuan Amir.
Ia bekerja dengan rajin sehinga dengan mudah mendapatkan kepercayaan dari majikannya. Bagi majikan, Abu Nawas merupakan salah satu karyawannya yang teladan. Meski demikian, Tuan Amir mengerti kebiasaan buruk Abu Nawas yang kerap kali meminum atau memakan makanan kepunyaan tuannya.
Pada suatu hari, Tuan Amir datang dengan membawa satu kendi madu. Melihat majikannya datang dengan membawa sebuah kendi, Abu Nawas menghampiri majikannya,
“Untuk apa kendi itu? bolehkah aku meminta isinya?” tanya Abu Nawas.
Karena khawatir madu itu akan diminum Abu Nawas, maka majikannya terpaksa berbohong,
“Wahai Abu Nawas, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau nanti kamu mati karena meminumnya,” jawab sang majikan.
Tipuan Abu Nawas.
Abu Nawas yang memang mengerti benar bahwa kendi yang dibawa majikannya itu khusus untuk madu, ia tidak dapat berbuat banyak. Tak lama setelah itu, sang majikan pun pergi keluar. Pada saat itu, Abu Nawas memutar otak untuk bisa meminum madu itu tanpa menyinggung perasaan majikannya. Karenanya, Abu Nawas menjual sepotong pakaian. Hasil penjualannya itu kemudian ia gunakan untuk membeli roti.
Setibanya di tempat kerja, roti itu dimakan dengan menggunakan madu milik sang majikan. Hingga tak terasa madu itu pun habis diminum Abu Nawas. Madu itu terasa sangat nikmat sehingga membuat Abu Nawas merasa sangat kekenyangan.
Abu Nawas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Namun, tak lama kemudian, majikannya datang dengan membawa sepotong roti. Alangkah terkejutnya Tuan Amir ini ketika mendapati tutup kendinya terbuka dan madu dalam kendi itu sudah habis tak tersisa.
Tak hanya itu, Tuan Amir juga mendapatkan sepotong pakaiannya telah hilang.
“Ini pasti ulah Abu Nawas,” gumannya dalam hati. Tuan Amir pun langsung menghampiri Abu Nawas yang lagi sibuk bekerja menjahit pakaian.“Hai..Abu Nawas, apa sebenarnya yang telah terjadi, mengapa isi kendi ini habis dan sepotong pakaian telah hilang?” tanya Tuan Amir.
“Maaf Tuan, tadi sewaktu Tuan pergi, ada sekelompok pencuri datang mengambil pakaian majikan,” kata Abu Nawas.
“Lantas apa yang kamu lakukan terhadap pencuri itu?” tanya Tuan Amir lagi.
Berpura-pura Takut.
Mendapat pertanyaan yang terus menerus dari majikannya, Abu Nawas semakin berpuar-pura gemetar. Tapi, meski demikian, dia tetap tidak kekurangan akalnya.
“Aku ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Abu Nawas.
“Lalu mengapa isi kendiku hilang, apakah juga diminum oleh pencuri itu?” tanya Tuan Amir.
“Tidak Tuan,” jawab Abu Nawas dengan polosnya.
“Lantas siapa yang telah meminumnya?” tanya Tuan Amir lagi.
“Sekali lagi mohon maaf Tuan majikan, karena takut akan dimarahi oleh Tuan, maka aku putuskan untuk memilih bunuh diri saja menggunakan racun yang ada dalam kendi itu,” jelas Abu Nawas.
Mendengar pengakuan jujur dan keahlian akal Abu Nawas, Tuan Amir yang semula akan marah akhirnya mengurungkan niatnya. Ia sadar jika semua itu juga kesalahannya karena telah berbohong kepada bawahannya.
Huuh…bisa saja nih Abu Nawas dapat madu gratis.

Minggu, 21 Juni 2015

Membayar dengan krincingan uang



Saat  itu kantong persediaan uang Abu Nawas tengah menipis, Abu Nawas merasa keroncongan. Namun bukan Abu Nawas jika tidak memiliki trik untuk memenuhi hajatnya tersebut.berikut kisahnya.
Pada suatu hari , Abu Nawas melakukan perjalanan panjang. Pada hari itu, perutnya belum terisi nasi sehingga tidak heran jika dia merasakan keroncongan. Namun, ketika memeriksa kantong uangnya,dia hanya menemukan beberapa keping uang, sementara perjalanannya masih jauh. Jika uang itu digunakan untuk membeli sesuatu, ongkos perjalananya tidak akan terbayar.
Meskipun tubuhnya lemas, Abu Nawas tetap bertahan mengayuhkan langkah walaupun gontai. Saat melihat kedai yang ramai pembeli, Abu Nawas tak kuasa untuk tak memasukinya. Dari bali dapur mengepul asap makanan yang sangat lezat. Abu Nawas langsung menghirup kuat-kuat aroma itu. Dari aromanya, Abu Nawas sudah membayangkan sajian yang lezat untuk dirinya. Hal itu dilakukannya berulang kali hingga dirinya merasa cukup.
Saat Abu Nawas sudah merasa cukup puas dengan aroma masakan yang telah dihirupnya itu, diapun meninggalkan kedai tadi. Dengan senyum tipis, dia keluar dari keramaian tersebut. Namun belum jauh dia melangkahkan kakinya meninggalkan kedai itu, tiba-tiba terdengar teriakan dari sang pemilik kedai.
“hai mau kemana, bayar dulu!”teriaknya,
Mendengar teriakan itu, Abu Nawas menghentikan langkahnya. Dengan tenang dia menghadapi orang itu. Meskipu dia keheranan mengapa pemilik kedai itu menghentikan langkahnya, karena tidak ada makanan yang dia makan dikedai itu.
“Enak saja, nyelonong pergi, bayar dulu baru boleh pergi.” Ujar pemilik kedai itu saat didepan Abu nawas.
Lalu Abu nawas tersenyum tipis dan menganggukkan kepala tanda menyetujui perkataan pemilik kedai. Dengan santai abu nawas merogoh kantong uangnya. Kemudian dia ayunkan kantong itu dengan keras hingga terdengar benturan uang koin dengan suara krincing-krincing.
“Ayo mana bayarnyaaa!” teriak pemilik kedai.
“Baik ini bayarnya.” Kata Abu nawas sambil mengocok kembali sakunya dengan keras sehingga menimbulkan bunyi “ krinciing...krincing..”.
“Mana uangnya, dari tadi Cuma suaranya aja.” Ujar pemilik kedai dengan geram. Lalu Abu nawas menjawab “itu tadi bayarnya, aku bayarnya pakai suaranya saja, sebab di warungmu aku hanya dapat baunya saja...!”.
Mendengar itu, pemilik kedai hanya bisa tersenyum malu.


Jumat, 19 Juni 2015

Kisah Istri Nabi Ibrahim Siti Hajar



Setelah diusir dari mesir, Nabi Ibrahim kemudian hijrah meninggalkan mesir ia bersama dengan istrinya yang bernama sarah, dan dayangnya yang bernama Hajar ke palestina. Ia juga membawa pindah semua binatang ternaknya, dan seluruh harta miliknya yang diperoleh dari hasil usaha perdagangan di mesir.
Al-Bukhari meriwayatkan dari ibunu Abbas ra berkata : Pertama-tama yang menggunakan stegi (setagen) adalah hajar ibu Nabi Ismail yang bertujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari siti sarah yang telah lama menikah dengan Nabi ibrahim as tetapi belum juga mengandung, tetapi walau bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail as. Sebagai wanita normal, wajarlah kalau siti sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayang diberikan kepada Nabi Ibrahim as.Sejak kelahiran Ismail, Siti Sarah merasa bahwa suaminya lebih sering dekat kepada siti hajar, karena ia senang dengan hadirnya Ismail. Tentu saja ini menjadi penyebab keretakan rumah tangga Nabi ibrahim as. Siti sarah tidak kuat hatinya melihat suaminya lebih dekat kepada siti hajar, sehingga ia meminta Nabi Ibrahim agar siti hajar dijauhkan dan berpindah tempat.
Kemudian Allah Yang Maha Esa menurunkan wahyu kepada Ibrahim supaya keinginan istrinya tersebut dipenuhinya. Lalu berangkatlah Nabi Ibrahim as bersama siti hajar dan anaknya yang masih kecil sekali, yaitu Ismail pergi ke tempat yang belum diketahui tujuannya, dan juga mau dititipkan kemana anak dan istrinya tersebut.
Nabi ibrahim bersama anak dan istrinya pergi dengan menaiki unta ke tempat yang belum jelas tujuannya, ia hanya berserah diri kepada Allah, Tuhan yang ia yakini akan menuntunnya kemana arah langkahnya. Unta yang ditunggangi tiga hamba Allah itu terus berjalan sampai akhirnya keluar dari kota, memasuki lautan pasir dan padang yang terbuka. Terik matahari begitu pedih menyengat tubuh dihasi dengan angin yang kencang dengan debu-debu pasir yang bertebaran.

Ismail dan Siti Hajar di tinggal di Mekkah

Akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya tiba di suatu tempat setelah berminggu-minggu dalam dalam perjalanan jauh. Ia tiba dikota suci yang disebut Makkah, yang nantinya ka’bah akan didirikan di kota itu, yang akan menjadi kiblat manusia di seluruh dunia. Unta Nabi ibrahim berhenti mengakhiri perjalanan di tempat dimana Masjidil Haram dibangun saat ini. Di tempat itulah Nabi Ibrahim meninggalkan siti hajar bersama dengan Ismail putranya. mereka ditinggal hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman, sementara itu keadaan di sekitarnya masih belum ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada air yang mengalir, batu dan pasir kering lah yang ada saat itu.
Siti hajar begitu cemas dan sedih ketika Nabi ibrahim akan meninggalkannya seorang diri bersama anaknya yang masih kecil, di tempat yang begitu sunyi senyap, tidak ada orang sama sekali, keculi hanya pasir dan batu. Sambil merintih dan menangis, ia memegang kuat-kuat baju Nabi ibrahim as sambil memohon belas kasihannya, meminta agar ia tidak ditinggalkan seorang diri di tempat yang begitu hampa, tidak ada seorang manusia sama sekali, tidak ada binatang, tidak ada pohon dan air mengalir pun juga tidak terlihat di tempat itu. Sementara itu ia masih bertanggung jawab untuk mengasuh anak kecil yang masih menyusu kepadanya. Mendengar keluh kesah siti hajar, tentunya Nabi ibrahim as merasa tidak tega untuk meninggalkannya seorang sendiri bersama putranya yang ia sayangi tersebut di tempat yang sepi. Namun ia juga sadar bahwa apa yang dilakukannya merupakan keinginan dan perintah Allah Yang Maha Pencipta, yang tentunya mengandung hikmah yang belum diketahuinya dan ia sadar bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan melindungi putra dan siti hajar di tempat sepi tersebut dari kesukaran dan penderitaaan.
Nabi Ibrahim as pun berkata kepada siti hajar : ”Bertawakallah kepada Allah SWT yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan dialah yang akan melindungi kamu dan menyertai kamu di tempat yang sunyi ini. Sungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sekalipun aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat aku cintai ini. Percayalah wahai hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan menelantarkan kamu berdua tanpa perlindunga-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamnya. Insya-Allah”
Mendengar rangkaian kata dari Nabi ibrahim itu, siti hajar segera melepaskan genggamannya dari baju Nabi ibrahim as dan dilepaskannya beliau menunggang untanya untuk kembali ke palestina dengan iringan air mata yang bercurah membasahi tubuh Nabi Ismail as yang sedang menyusu.
 Sementara itu Nabi Ibrahim juga tidak dapat menahan air mata ketika ia turun dari dataran tinggi meningalkan Mekkah menuju kembali ke palestina, tempat dimana istri pertamanya, siti sarah dengan punya anak keduanya yaitu Nabi Ishak as sedang menunggu. Selama dalam perjalanan, Nabi ibrahim tidak henti-hentinya memohon perlindungan, rahmat dan barokah serta karunia dan rezeki bagi putranya dan siti hajar yang ditinggalkannya di Mekkah yang masih sepi dan asing itu. Doa Nabi ibrahim kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :

“Ya Tuhan kamu, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturuanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”
Sejak Nabi ibrahim pergi, tinggalah siti hajar dan Ismail di tempat yang sunyi dan jauh dari peradapan itu. Ia harus bisa menerima nasib yang oleh Allah telah ditakdirkan kepadanya dengan kesabaran dan keyakinan penuh bahwa Allah akan melingunginya. Sementara itu bekal dan makanan yang dibawah dalam perjalan pada akhirnya habis juga setelah dimakan beberapa hari sejak ditinggal oleh Nabi Ibrahim as. Dimulailah beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ditambah lagi ia masih punya tangggung jawab menyusui Ismail, sedangkan susunya semakin lama semakin mengering karena kekurangan makanan.  Sehingga anaknya pun menangis tak henti hentinya karena tidak bisa meminum air susu dengan puas dari Siti Hajar. Ibunya pun menjadi bingung, panik dan cemas mendengar anak yang disayanginya menangis menyayat hati. Siti hajar menoleh ke kanan dan ke kiri, berlari ke kanan ke sana kesini untuk mencari sesuap makan atau seteguk air yang bisa meringankan kelaparan dan meredakan tangisan anaknya, namun usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil.
Lalu siti hajar pergi ke bukti safa, ia berharap bisa mendapatkan sesuatu yang bisa menolongnya, namuan hanya batu dan pasir yang ditemuinya di sana, lalu dari bukit safa itu ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit marwah, kemudian berlarilah ia ke bukti marwah, namun setelah sampai di sana yang dikiranya air ternyata hanya bayangan atau fatamorgana belaka. Lalu ia mendengar seolah-olah ada suara yang memanggilnya dari bukti safa, pergilah ia ke bukit safa, namun setelah sampai di bukit safa ia tidak menjupai apa-apa.

Asal usul air zamzam

Siti hajar memiliki keinginan yang kuat untuk tetap hidup bersama putra yang disayanginya, Siti hajar pun berlari mondari-mandir sebanyak tujuh kali antara bukit safa dan marwah, yang pada akhirnya ia duduk termenung, kepalanya merasa pusing dan hampir saja ia putus asa.
ibu dari Ismail itu  berada dalam keadaan yang tidak berdaya dan hampir putus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya, datanglah malaikat jibril kepadanya, lalu malaikat jibril itu bertanya kepada Siti Hajar : “siapakah sebenarnya engkau ini?”
Kemudian siti hajar menjawab : “Aku adalah hamba sahaya ibrahim”.
Jibril bertanya lagi :” Kepada siapa engkai dititipkan di sini?”, Siti hajar menjawab : “Hanya kepada Allah.
Lalu malaikat jibril berkata lagi : “Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah Dan Maha Pengasih, yang akan melingungimu, mencukupkan keperluan hidupmu dan tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya”
Setelah percakapan itu, diajaklah siti hajar pergi ke suatu tempat mengikutinya di suatu tempat dimana malaikat jibril menginjakkan telapak kakinya kuat kuat di atas tanah dan atas izin Allah segeralah keluar dari bekas telapak kaki itu air yang begitu jernih, Itu merupakan mata iar zam-zam yang sampai saat ini dianggap keramat oleh jemaah haji. Mereka rela berdesak-desakan mengelilinya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air. Karena sejarahnya mata air itu dengan nama “Injakan jibril”
Dalam kesejap, air bekas injakan kaki jibril tersebut melimpah kemana-mana, kemudian malaikat jibri berkata : “zamzam!”, yang artinya “berkumpullah”. Kemudian air itu berkumpul dan sampai sekarang air itu diberi nama zam-zam. Kemudian malaikat jibril berkata lagi : “Hai siti hajar janganlah engkau takut akan kehausan di sini, karena sesungguhnya Allah menjadikan air ini untuk minuman orang-orang yang ada di dunia ini. Dan air ini akan terus mengalir dan tidak akan berhenti, dan nanti Ibrahim akan kembali juga ke di sini untuk mendirikan ka’bah”
Melihat air yang deras itu  Siti hajar begitu gembira dan lega. Lalu segeralah ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan wajah puteranya pun segera terlihat segar lagi, begitu juga dengan siti hajar,  wajahnya terasa segar  dan ia merasa sangat bahagia dengan hadirnya mukzijat dari Allah yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan juga kepada putranya setelah sebelumnya dibayang-bayangi oleh kematian karena kelaparan.
Dengan dikeluarkannya air zazam itu, datanglah burung-burung mengelilingi daerah yang ada airnya tersebut. Burung-burung kemudian menarik perhatian sekelompok bangsa arab dari suku juhrum yang merantau dan sedang berkemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa dia mana ada terlihat burung di udara, maka di bawahnya juga terdapat air, maka mereka mengutus beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu kemudian pergi mendatangi tempat dimana siti hajar berada, kemudian mereka kembali kepada kaumnya dengan membawa kabar gembira mengenai adanya mata air zamzam dan juga keadaan Siti Hajar bersama puteranya. Sejak itu, segeralah sekelompok suku juhrum itu memindahkan perkemahannya ke tempat sekitar zamzam, tentu saja kedatangan suku juhrum tersebut disambut dengan gembira oleh Siti Hajar karena dengan hadirnya sekolompok suku juhrum itu bisa menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan oleh Siti Hajar yang hanya hidup berdua dengan Ismail saja.  Siti Hajar bersyukur kepada Allah Yang Maha Pengasih Dan Penyayang, dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu untuk datang meramaikan dan memecah kesunyian.

 

ooo0000ooo

 


Kamis, 11 Juni 2015

Abu Sufyan bin Harits RA

Abu Sufyan bin Harits masih saudara sepupu Nabi Muhammad SAW, ayahnya Harits bin Abdul Muthalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muthalib ayah beliau. Hubungan antara  Abu Sufyan dengan Nabi Muhammad menjadi semakin erat karena mereka disusui oleh Halimah Sa'diyah secara bersamaan. Mereka pun menjadi dua sahabat bermain yang saling mengasihi satu sama lain. maka kebanyakan orang menyangka Abu Sufyanlah yang akan paling dahulu menyambut seruan Rasulullah SAW, dan dialah yang paling cepat memercayai serta mematuhi ajarannya dengan setia.

Namun nyatanya justru sebaliknya,
Sebagian besar masa hidupnya sejak Nabi SAW mengemban risalah Islam, justru dihabiskan  untuk menentang dan menghalangi dakwah beliau. Kepercayaan dan kesetiaannya selama ini berubah menjadi permusuhan. Hubungan kasih sayang sebagai satu keluarga, satu saudara, sebaya dan sepermainan, pupus dan berubah jadi pertentangan. Dengan kemampuannya mengubah dan merangkai syair, ia menjatuhkan dan menjelek-jelekkan Nabi Muhammad SAW. Dalam berbagai pertempuran-pun ia berdiri teguh di pihak yang melawan pasukan muslim.

Abu Sufyan adalah penunggang kuda yang terkenal dan penyair berimajinasi tinggi. Dengan dua keistimewaannya itu, ia tampil memusuhi dan memerangi Rasulullah yang saat itu mulai berdakwah secara terang-terangan. Bila kaum Quraisy menyalakan api permusuhan melawan Rasulullah dan kaum Muslimin, maka Abu Sufyan pasti tampil di antara mereka. Lidahnya yang selalu menyemburkan syair terus menyindir Rasulullah dengan kata-kata kotor dan menyakitkan hati. Keadaan itu terus berlangsung selama dua puluh tahun.

Sebenarnyalah ia telah melihat tanda-tanda kebenaran Nabi SAW dalam perang Badar, tetapi Allah SWT belum berkenan memberikan hidayah keimanan kepadanya. Dalam pertempuran Badar tersebut, kekuatan pasukan musyrik tiga kali lipat banyaknya, tetapi Abu Sufyan bin Harits melihat pemandangan menakjubkan yang tidak masuk akal. Pasukan berjubah putih dengan kuda-kuda yang perkasa berseliweran antara langit dan bumi, tetapi sama sekali tidak meninggalkan jejak dan menginjak bumi. Wajahnya tampak cemerlang dengan dahi-dahi yang lebar. Mereka ini, yang tidak lain adalah para malaikat yang diperintahkan Allah membantu pasukan muslim, menyerang dan mematahkan serangan kaum musyrikin tanpa diketahui oleh pasukan muslim sendiri.

Begitulah, bukti kebenaran itu begitu nyata dilihatnya, tetapi Abu Sufyan bin Harits tetap menjadi tulang punggung kaum Quraisy dan sekutu musyriknya dalam memerangi dan menghalangi dakwah Nabi SAW, baik dengan syair-syairnya, atau dengan pedang yang dihunusnya dalam berbagai peperangan. Bahkan ketika saudara-saudaranya, Naufal, Rabi'ah dan Abdullah bin Harits memeluk Islam, ia tetap saja kokoh dengan pendiriannya. Tak heran jika Nabi SAW sempat menolak menemuinya ketika ia berniat memeluk Islam menjelang terjadinya Fathul Makkah.

Setelah duapuluh tahun berlalu hidayah Allah datang juga menyapanya. Pada saat yang hampir bersamaan ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan menuju Makkah, ia juga menggerakkan kakinya menuju Madinah untuk berba'iat memeluk Islam. Ia berangkat bersama anaknya yang masih  kecil, Ja'far dan saudara sepupunya yang juga berniat memeluk Islam, Abdullah bin Abu Umayyah. Ibnu Abi Umayyah ini adalah saudara dari Ummu Salamah, salah satu istri Nabi SAW, dan seorang tokoh Quraisy yang juga sangat gencar melakukan perlawanan dan penentangan atas kenabian Nabi Muhammad SAW, sehingga peristiwanya diabadikan dalam Al Qur'an Surah al Isra ayat 90-93.
Ketika tiba di Abwa, Abu Sufyan dan rombongan kecilnya bertemu dengan pasukan besar kaum muslimin yang sedang beristirahat di tempat itu. Abu Sufyan pun menyamar dan menyembunyikan identitas dirinya. Dengan memegang tangan puteranya Ja’far, ia berjalan kaki beberapa jauhnya, hingga akhirnya tampaklah olehnya Rasulullah bersama serombongan shahabat, maka ia menyingkir sampai rombongan itu berhenti. Tiba-tiba sambil membuka tutup mukanya, Abu Sufyan menjatuhkan dirinya di hadapan Rasulullah. Beliau memalingkan muka daripadanya, maka Abu Sufyan mendatanginya dari arah lain, tetapi Rasulullah masih menghindarkan diri daripadanya. Hal itu terjadi beberapa kali.
Dengan serempak Abu Sufyan bersama puteranya berseru:
“Asyhadu alla ilaha illallah. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasulullah . Lalu ia menghampiri Nabi saw. seraya berkata: “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Rasulullah”.
Rasulullah pun menjawab:
“Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan!”
Nabi SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mengajarkan Abu Sufyan cara wudhu, shalat dan berbagai cara peribadatan lainnya, sehingga akhirnya ia menjadi seorang muslim yang baik. Sejak saat itu Abu Sufyan tidak berani menatap wajah Rasulullah SAW berlama-lama karena rasa malu. Ia lebih banyak menundukkan mukanya. Namun demikian Nabi SAW sangat mencintainya dan memberikan kesaksian bahwa ia akan masuk surga. Beliau sering berkata tentang dirinya, "Aku sangat berharap dia akan menyusul Hamzah….!!"
Dalam Perang Hunain yang terjadi tidak lama setelah terjadinya Fathul Makkah, pasukan muslim sempat kocar-kacir pada awalnya, bahkan jiwa Rasulullah SAW terancam bahaya. Waktu itu Abu Sufyan sedang memegang kekang kuda Rasulullah. Dan ketika dilihatnya apa yang terjadi, yakinlah ia bahwa kesempatan yang dinanti-nantinya selama ini, yaitu berjuang fi sabilillah sampai menemui syahid dan di hadapan Rasulullah, telah terbuka. Maka sambil tak lepas memegang tali kekang dengan tangan kirinya, ia menebas batang leher musuh dengan tangan kanannya. Akhirnya beliau berhasil menghimpun kekuatan kembali dengan orang-orang Anshar sebagai pilar utamanya, dan memukul balik pasukan musuh sehingga memperoleh  kemenangan yang gemilang.
Dalam proses yang begitu panjang, dari kekalahan sehingga berbalik menjadi kemenangan, kendali tunggangan Rasulullah SAW dipegang dan dikontrol dengan baiknya sehingga beliau sukses memberikan komando yang menentukan kemenangan tersebut. Hanya anehnya, lelaki pemegang kendali tersebut tidak pernah menampakkan wajah dan tatapannya kepada beliau.  Ketika suasana telah tenang dan pasukan musuh telah terusir pergi, Nabi SAW berusaha mengenali siapa lelaki misterius tersebut. Dan setelah menatap berlama-lama, beliau berkata, "Siapa ini? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits….."

Sangat pendek ucapan beliau, tetapi kata "saudaraku" yang diucapkan Nabi SAW laksana air sejuk yang disiramkan ke dalam hatinya kala kegersangan melanda. Masih jelas terbayang semua sikap permusuhan yang dilakukannya kepada beliau selama duapuluh tahun, masih juga lekat dalam ingatan, penolakan beliau untuk menemuinya ketika di Abwa. Tetapi tiba-tiba saja beliau menyebutnya sebagai "saudaraku", kegembiraan dan kebahagiaan yang menyebabkan air matanya mengalir dengan deras karena rasa haru yang tak tertahankan. Ia mencium dan meratapi kedua kaki Rasulullah SAW, bahkan ia mencucinya dengan air matanya.

Sejak Perang Hunain itu, Abu Sufyan benar-benar merasakan nikmat Allah dan keridhaan-Nya. Dia merasa mulia dan bahagia menjadi sahabat Rasulullah. Hari-harinya dipenuhi dengan ibadah, mentadabburi Al-Qur'an, dan mengamalkannya. Dia berpaling dari kemewahan dunia, dan menghadap Allah dengan seluruh jiwa raganya.  bersama Rasulullah dia  SAW menghabiskan sisa waktunya dengan ibadah demi ibadah, seolah ingin menebus ketertinggalannya selama duapuluh tahun.

Sepeninggal Rasulullah saw. ruhnya seolah memberontak untuk segera keluar mendambakan kematian agar dapat menemui Rasulullah di kampung akhirat. Suatu ketika ia menggali lubang kuburan di Baqi, padahal saat itu tidak ada seorangpun yang meninggal, mereka yang merasa aneh dengan apa yang dilakukannya menanyakan aktivitasnya tersebut, Abu Sufyan berkata, "Aku sedang menyiapkan kuburku…..!!"

Tiga hari kemudian ia terbaring sakit dan makin lemah sehingga orang-orang menangisinya. Tetapi tampak sekali kepuasan dan ketentraman di hatinya yang terlihat di wajahnya. Ia berkata, "Janganlah kalian menangisiku!! Sesungguhnya sejak memeluk Islam, tidak sedikitpun aku berlumuran dosa..!!"

Tak lama kemudian wajahnya terkulai dan ruhnya melayang menyusul kekasih yang dirindukannya, Nabi Muhammad SAW.  Orang-orangpun memakamkannya pada liang lahad yang telah dipersiapkannya sendiri.